TIMBULNYA FILSAFAT




1. MANUSIA ADALAH “ENS METAPHYSICUM”
Setelah menentukan definisi filsafat, sekarang kita akan memperdalam tentang pengertian filsafat, yaitu dengan menunjukkan bagaimana filsafat itu timbul dari kodrat manusia, artinya asal ada manusia, ada filsafat, karena sesuai dengan kodratnya manusia itu. Telah dikatakan bahwa filsafat adalah bentuk pengetahuan tertentu, bahkan bentuk pengetahuan manusia yang tersempurna, merupakan perkembangan yang terakhir daripada “pengetahuan biasa”. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang tersendiri itu tidak niscaya adanya, hal itu membutukan tingkatan kebudayaan yang agak tinggi.

2. FILSAFAT BERSIFAT EKSISTENSIAL
Filsafat adalah “eksistensial” sifatnya, erat hubungannya dengan hidup kita sehari-hari, dengan adanya manusia sendiri. Hidup kita sendiri yang memberikan bahan-bahan untuk direnungkan. Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada manusia yang kongkrit, pada diri kita yang hidup didalam dunia dengan segala persoalan-persoalan yang kita hadapi. Mengenai isi dari filsafat itu berbeda-beda menurut masa perkembangannya, berganti-ganti yang dipersoalkan atau yang dititikberatkan adalah :
a.Dunia yang mengelilingi kita
b.Sikap hidup atau kesusilaan
c.Hubungan antara manusia dan Tuhan atau sikap religius
d.Struktur dan susunan pengetauan
Jadi filsafat yang bersifat eksistensial adalah pernyataan atau penjelmaan dari sesuatu yang hidup didalam hati setiap orang. Maka walaupun tidak setiap orang dapat menjadi ahli filsafat, namun yang dibicarakan atau dipersoalkan dalam filsafat itu memang berarti bagi kita semua.
3. PERMULAAN FILSAFAT ADALAH KEHERANAN
Menurut Aristoteles, filsafat dimulai dengan suatu thauma (rasa kagum) yang timbul dari suatu aporia, yakni suatu kesulitan yang yang dialami karena adanya percakapan-percakapan yang saling kontradiksi. Istilah apora dari bahasa Yunani yang berarti problema, pertanyaan atau “tanpa jalan keluar”. Jadi filsafat itu mulai ketika manusia menggagumi dunia dan berusaha menerangkan berbagai gejala dunia itu. Manusia sering mempersoalkan dirinya sendiri, bahkan boleh dikatakan manusia adalah teka-teki bagi dirinya sendiri suatu tanda tanya besar suatu persoalan yang harus dikerjakan sendiri.

Keheranan berubah sifatnya menjadi kekaguman yang memperkaya manusia
Apakah “keheranan” itu dapat disebut sabagai “filsafat”? Jawabannya, belum dapat disebut filsafat. Keheranan barulah dapat kita sebut sebagai filsafat. Usaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, untuk menyelami rahasia itu barulah dapat disebut sebagai filsafat apabila dilakukan secara sistematis. Jadi harus diusahakan secara ilmiah. Plato: mengatakan bahwa “mengetahui adalah memiliki dengan jiwa”. Meraka inilah yang mengembangkan filsafat yang tulen atau yang asli, tumbuh dari persoalan hidup kongkrit.

4. BEBERAPA JALAN KE FILSAFAT
a.Ilmu Pengetahuan belumlah dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari ilmu-ilmu pengetahuan itu sendiri, sehingga “pengetahuan sempurna” yang tercapai dalam ilmu pengetahuan itu belum mencukupi, sehingga mendorong akan timbulnya ilmu pengetahuan yang mengatasi pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang tercapai dalam filsafat.
b.Manusia juga mempersoalkan “sangkan parannya”, asal mulanya dan tujuannya. Manusia bertanya pada dirinya sendiri , misalnya tentang :

1. Dari manakah aku datang dan kemanakah tujuanku ?
2. Kemanakah arah hidupku ?
3. Apa artinya hidup ini ?
4. Untuk apakah aku hidup ?
5. Bagaimanakah setelah aku meninggal dunia akan hapuskah sama sekali, atau tidak ?
Di sini yang penting bukanlah jawabannya, melainkan adanya persoalan ini, jadi bahwa orang bertanya demikian dan mencoba untuk menemukan jawabannya.
c.Keinginan akan kebahagian.
Setiap orang ingin hidup dengan selamat damai dan bahagia. Tidak seorangpun yang ingin hidup susah, payah dan terhina. Keadaaan yang kita sebut “kebahagiaan” artinya keadaan di mana semua keinginan-keinginan kita terpenuhi, yang membawa ketenangan dan ketentraman hati yang sepenuhnya itu nampaknya sukar tercapai.
Akan tetapi setiap orang sibuk untuk bisa mendapatkan kebahagiaan itu, sehingga timbullah pertanyaan sebagai berikut :
1.Apakah yang memberikan kebahagiaan itu ?
2.Dimanakah letak kebagiaan itu ?
3.Apakah yang membawa kebahagiaan itu ?
4.Bagaimanakah dapat dicapai kebahagiaan itu ?
Jadi jelaslah bahwa kesenangan badan belumlah kebahagiaan. Manusia sebagai makhuk yang berbudi, berbudaya, berjiwa, berpenalaran dan beriman dalam mencapai suatu kebahagiaan haruslah diimbangi dengan pengetahuan dan dengan kesadaran.
d.Kesusilaan
Persoalan lain yang dapat menimbulkan masalah dalam filsafat ialah bahwa manusia terikat oleh suatu cara bertindak suatu pola tingkah laku atau perilaku yang kita sebut kesusilaan atau etika. Dalam berperilaku manusia membedakan antara perbuatan baik dan perbuatan buruk. Manusia tidak hanya teka-teki bagi dirinya sendiri, tetapi juga suatu “tugas” yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Adapun aturan-aturan kesusilaan atau tingkah laku hanyalah dapat dilaksanakan berdasarkan keyakinan akan kebenarannya dan didukung oleh kehendak yang bebas merdeka. Jadi persoalannya adalah:
1. Apakah yang baik itu ?
2. Apakah yang buruk itu ?
3. Apakah yang membawa kita kearah kesempurnaan hidup manusiawi itu ?
4. Apalah yang sesuai denga perikemanusiaan itu ?
e.Manusia yang mempersoalkan Tuhan
Apakah memang Tuhan itu ada dan bagimanakah sifat-sifatnya serta hubungannya dengan manusia ? Ada yang membantah adanya Tuhan , ada juga yang mengembalikan segala-galanya kepada Tuhan. Maka manakah yang benar ? Apakah mungkin memberi pertanggungjawaban dari apa yang telah kita terima dari kepercayaan dan agama kita, ataukah kesemuanya itu hanya dapat kita terima saja tanpa pertanggungjawaban ?
f.Mengenai diri kita sendiri
Pada akhirnya semua persoalan itu kita kembalikan pada diri kita sendiri. Manusia tentu mempersoalkan dirinya sendiri, bahkan inilah persoalan yang pertama kali timbul pada waktu kita menjadi dewasa. Pengetahuan ilmiah menolong manusia untuk menguasai dunia dan alam. Tetapi anehnya perkembangan “cipta” atau ilmu pengetahuan itu tidaklah memberi pertolongan atau kekuatan untuk menguasai dirinya sendiri. Kalau saya berbuat salah, saya mengeti juga bahwa saya ini salah. Andaikata “konangan” atau tertangkap basah oleh orang lain pasti saya merasa malu.
Pertentangan lain yang kita alami di dalam diri kita ialah pertentangan antara tubuh dan jiwa. Keinginan badan seakan-akan bertentangan dengan keinginan-keinginan yang hidup didalam jiwa. Sehingga timbullah pertanyaan :
1.Apakah yang disebut jiwa itu ?
2.Apakah memang ada jiwa itu ?
3.Ataukah semua hanya materi atau kebendaan belaka ?
4.Bagaimanakah peranan perasaan itu ?
5.Apakah fungsi perasaan itu ?
Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat timbul bagi setiap orang yang hidup dengan kesadaran, tetapi yang tidak mudah dijawab sekaligus dan jawabannya harus kita cari dengan sekuat tenaga. Oleh karea itu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bertugas untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dengan sacara ilmiah, obyektif, memberikan pertanggungjawaban dengan berdasarkan akal budi manusia.

5. FILSAFAT TIMBUL DARI KODRAT MANUSIA
Filsafat itu timbul dari kodrat manusia, adapun perumusannya adalah sebagai berikut :
a.Dorongan untuk mengerti timbul dari kodrat manusia
b.Filsafat timbul dari dorongan untuk mengerti
c.Jadi filsafat timbul dari kodrat manusia
Ad.a. Dorongan untuk mengerti timbul dari kodrat manusia.
Hal ini diterangkan sebagai berikut :
1)Kenyataan bahwa manusia mengerti dan hidupnya tergantung dari pengetahuannya
2)Setiap perbuatan manusia menghendaki pengetauan tentang apa yang diperbuatnya
Ad. b. Filsafat timbul dari dorongan untuk mengerti.
Hal ini disimpulkan sebagai berikut :
1)Manusia tentu berusaha untuk menyempurnakan kehidupannya dan dalam usaha itu pikirannya ikut dengan aktif berperan serta.
2)Manusia merasakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan pengetahuannya karena hal itu dirasakan sebagai suatu hal yang sangat berharga baginya.
3)Kesempurnaan pengetahuan itu juga belumlah tercapai dalam ilmu-ilmu pengetahuan
4)Kita membutuhkan suatu ilmu pengetahaun tersendiri yang mempelajari dasar-dasar yang terdalam dari seluruh hidup dan kehidupan manusia yaitu ilmu filsafat.
Ad.c. Jadi teranglah bahwa filsafat itu lahir dari dorongan untuk mengerti dengan sempurna.
Pandangan filsafat itu sangat penting dan menentukan sikap orang terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain, terhadap dunia dan terhadap Tuhan.

6. KODRAT MANUSIA MENDORONG KE FILSAFAT
bagaimanakah kodrat manusia itu mendorong akan berfilsafat :
Perumusannya adalah sebagai berikut :
a.Kodrat manusia adalah jasmani – rohani
b.Kodrat jasmani – rohani ini menyebabkan timbulanya dorongan akan berfilsafat, artinya akan berpikir dan mengerti sedalam-dalamnya.
c.Jadi dorongan untuk berfilsafat itu lahirnya dari kodrat manusia.
Ad. a. Kodrat manusia adalah jasmani – rohani
Manusia adalah jasmani itu sudah jelas tidak membutuhkan pembuktian lagi, tetapi manusia tidak semata-mata jasmani, ada juga unsur-unsur yang menunjukkan bahwa manusia mengatasi jasmani/kebendaan belaka dan mempunyai dasar atau prinsip yang bukan jasmani yang tidak terdapat dalam batu, tumbuhan dan hewan. Dari semua itu teranglah bahwa manusia itu bukan saja materiil atau benda jasmani, prinsip yang menyebabkan keunggulan ini, kita sebut “roh” atau “jiwa” manusia. Jadi manusia adalah jasmani – rohani yang berarti dua aspek dalam satu kesatuan/kebulatan, suatu “dwi tunggal” yang tidak dapat dipisahkan. Inilah yang disebut kodrat manusia.

Ad. b. Kodrat jasmani – rohani mendorong ke filsafat
Sekarang harus ditunjukkan bahwa kodrat yang semacam itu tentulah melahirkan dorongan untuk berfilsafat.
Adapun jalannya adalah sebagai berikut :
1)Manusia adalah satu kebulatan yang intinya ialah jiwa. Jiwa manusia itu hanya dapat berhubungan dengan dunia, dengan barang-barang atau dengan orang lain melalui atau dengan perantaraan kejasmaniannya, jadi melalui badannya. Jadi janganlah dipisah-pisahkan : badan dan jiwa bersama-sama menjadikan manusia.
2)Kodrat jasmani-rohani bagi pengetahuan itu, bahwa pengetahuan kita juga melalui badan, dengan perantaraan panca indera manusia.
3)Di dalam gejala-gejala jasmani selalu terdapat unsur-unsur rohani, keduanya selalu ada bersama-sama dan tercampur, tetapi yang menjadi intinya adalah pengetahuan rohani. Pengetahuan jasmani (panca indera) itu hanya taraf pertama dan “melayani” pengetahuan yang lebih tinggi yaitu pengetahuan rohani.
4)Karena pengetahuan rohani ini seakan-akan “terbungkus” dalam pengetahuan jasmani, maka berusahalah jiwa untuk mengatasi kekangan itu, untuk mencapai pengetahuan yang sesuai dengan sifat dan kodratnya sendiri.
5)Jiwa berusaha untuk mencapai pengetahuan yang sempurna. Adapun sebabnya adalah : bahwa semua hal yang sempurna tentu mencari kesempurnaannya. Manusia itu selalu mengusahakan kesempurnaan. Pengetahuan ialah kesempurnaan intelek / akal budi kita.
Ad. c. Jadi kodrat untuk berfilsafat itu lahirnya dari kodrat manusia.
Dengan ini ditunjukkan soal tentang maksud berfilsafat. Manusia terdorong untuk lebih mengerti akan dirinya sendiri. Yang diinginkan adalah pengetahuan yang sempurna : artinya , manusia mengerti dasar hidupnya, sebab adanya, keterangan yang terakhir, yang sepenuhnya mengenai inti dan tujuan hidupnya. Dengan perkataan lain : manusia terdorong untuk mengerti tempatnya sendiri di dalam lingkungan yang mutlak.

7. FILSAFAT SEBAGAI HASIL EVOLUSI
Filsafat itu merupakan perkembangan kodrat manusia, namun filsafat sebagi ilmu pengetahuan adalah hasil suatu perkembangan yang lama. Makin luas pandangan orang, makin sulit kehidupannya dan makin luas juga persoalan-persoalan yang dihadapi manusia. Akan tetapi makin banyak cara-cara penyelidikan baru yang ditemukan makin berkembang daya ciptanya untuk memecahkan persoalan yang sulit dan makin terasa pula kebutuhan akan pertanggungjawaban secara ilmiah. Jadi kenyataan membuktikan adanya keinginan dan hasrat pikiran kita untuk mengerti sebab-sebab daripada segala sesuatu tersebut. Hasrat ini adalah kesempurnaan pikiran manusia, perlu bagi manusia dan memperkaya manusia. Tingkatan perkembangan pengetahuan yang disebut filsafat itu datangnya tidak dengan mendadak atau tiba-tiba, melainkan berdasarkan evolusi. Demikian juga dengan perkembangan bangsa manusia, mereka mengalami evolusi juga dalam mencapi perkembangnnya. Jadi ada hubungannya antara tingkatan evolusi manusia dengan tingkatan kebudayaannya.

8. FILSAFAT SEBAGAI AJARAN HIDUP
Apabila filsafat dijadikan suatu “ajaran hidup”, maka ini berarti bahwa orang mengharapkan dari filsafat itu dasar-dasar ilmiah yang dibutuhkannya untuk hidup. Filsafat diharapkan memberikan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup untuk menjadi manusia sempurna yang baik, yang susila, dan bahagia. Jadi tidak hanya pengetahuan yang teoritis saja, melainkan juga yang praktis artinya yang mencoba menyusun aturan-atauran yang harus ditaati supaya hidup kita mendapat isi, makna dan nilai. Dan ini sesuai dengan arti “filsafat” sebagai usaha untuk mencari kebijaksanaan, yang meliputi baik pengetahuan dan pemahaman yang mendalam (insight) maupun sikap hidup yang “benar” yang sesuai dengan poengetahuan itu. Jadi “de facto/das sein” (dalam kenyataanya) teranglah bahwa para filsuf dalam perenungannya pada akhirnya sampailah pada soal tentang Tuhan dan ke-Tuhanan. Akan tetapi ini bukan saja “de facto/das sein” melainkan juga “de jure/das sollen” (seharusnya demikian). Artinya jika manusia berpikir benar-benar dan mengerti dirinya sendiri, mengerti apakah manusia itu pada hakekatnya (bahwa ia bukan yang terdasar, bahwa ia tergantung, bahwa ia diadakan, bahwa ia bercita-cita tinggi, bahwa ia merindukan kebahagiaan) maka ia akan sampai pada pengertian tentang Tuhan. Dari penjelasan tersebut maka timbullah persoalan tentang hubungan antara filsafat dengan agama.

ARTIKEL DALAM SATU LABEL



0 comments:

 
 
 
 
PIN BB 262A70A2